Pelajarwajo.com – Berapa Biaya Hidup Mahasiswa di Solo? Coba Cek Rinciannya di Sini!. Ah, Solo. Kota yang konon katanya ramah di kantong mahasiswa. Tapi benarkah demikian? Mari kita kupas tuntas bersama, sobat perantau!
Kos-kosan: Surga atau Neraka?
Pertama-tama, mari kita bahas soal tempat tinggal. Konon katanya, kos di Solo itu murah meriah. Tapi jangan terlalu cepat bergembira, kawan.
Memang benar, ada kos-kosan yang harganya cuma Rp400.000 per bulan. Tapi apa yang kau dapat dengan harga segitu? Kamar sempit, fasilitas pas-pasan, dan mungkin bonus tikus dan kecoa sebagai teman sekamar. Selamat menikmati pengalaman “otentik” mahasiswa!
Di sisi lain spektrum, ada juga kos-kosan yang harganya mencapai Rp1.500.000 per bulan. Fasilitas? Jangan ditanya. AC, wi-fi kencang, bahkan mungkin pembantu yang siap mencuci bajumu. Tapi ingat, kawan, uang sakumu akan menjerit-jerit setiap bulan.
Jadi, pilihannya ada di tanganmu. Mau hidup seperti raja dengan kantong bolong, atau bertahan hidup ala survival mode dengan sedikit lebih banyak uang di dompet?
Baca juga: Segini Biaya Hidup di Jakarta untuk Mahasiswa, 5 Faktor Penting yang Harus Dicatat
Makanan: Perang antara Lidah dan Dompet
Nah, sekarang kita beralih ke masalah perut. Konon katanya, makanan di Solo itu murah dan enak. Tapi apakah benar demikian?
Memang benar, dengan Rp15.000 kau bisa dapat sepiring nasi dengan lauk sederhana. Tapi hei, kau ini mahasiswa! Masa iya mau makan tempe dan tahu setiap hari? Bisa-bisa kau jadi ahli gizi dadakan dengan diet protein nabati.
Kalau mau makan enak, siap-siap saja merogoh kocek lebih dalam. Rp30.000 per hari untuk makan? Bisa jadi. Tapi ingat, itu baru untuk makan. Belum lagi kalau kau tergoda untuk ngemil atau jajan di luar.
Dan jangan lupa, ada momok bernama “nongkrong”. Ya, kegiatan sakral mahasiswa yang bisa menguras dompetmu lebih cepat dari yang kau sadari. Satu cup kopi di café hits? Rp25.000 melayang. Belum lagi kalau kau tergoda untuk memesan makanan ringan. Siap-siap saja melihat uang sakumu menguap seperti asap rokok teman-temanmu.
Listrik: Antara Terang dan Gelap
Ah, listrik. Kebutuhan modern yang bisa jadi mimpi buruk bagi mahasiswa. Kisaran Rp30.000 hingga Rp50.000 per bulan? Kedengarannya tidak terlalu buruk, kan?
Tapi tunggu dulu. Itu kalau kau hidup seperti pertapa. Coba bayangkan: laptop menyala 24/7 untuk mengerjakan tugas (atau Netflix, kita tidak menghakimi), charger HP yang selalu tertancap, dan tentu saja, si raja pemboros listrik: AC.
Belum lagi kalau kau tinggal dengan teman sekamar yang hobi mining cryptocurrency atau main game online sepanjang hari. Siap-siap saja melihat tagihan listrikmu membengkak seperti nilai tukar Bitcoin.
Transportasi: Antara Gowes dan Gengsi
Soal transportasi, Solo sebenarnya cukup ramah. Ada BST (Batik Solo Trans) yang biayanya hanya Rp2.000 untuk pelajar. Murah? Tentu. Tapi apakah kau siap berdesak-desakan dan menunggu berjam-jam?
Kalau kau memutuskan untuk membawa motor sendiri, siap-siap merogoh kocek Rp150.000 hingga Rp200.000 per bulan untuk bensin. Belum lagi biaya parkir yang bisa menggerogoti dompetmu pelan-pelan tapi pasti.
Dan jangan lupa fenomena “ojek online”. Solusi instan yang bisa membuat hidupmu lebih mudah, tapi juga bisa membuat dompetmu menangis di akhir bulan.
Kebutuhan Lain: Pesta Pora atau Puasa?
Nah, ini dia pos pengeluaran yang sering dilupakan tapi bisa jadi biang kerok defisitnya keuanganmu. Rp150.000 hingga Rp250.000 untuk “kebutuhan lain”? Kedengarannya cukup, kan?
Tapi coba kita breakdown:
- Print tugas: Rp50.000 (kalau dosenmu sadis dan suka minta hard copy)
- Sabun, shampo, dll: Rp100.000 (kecuali kau mau jadi mahasiswa dengan reputasi “aroma unik”)
- Nongkrong: Rp200.000 (kalau kau masih mau punya kehidupan sosial)
- Beli obat: Rp50.000 (untuk menyembuhkan sakit hati setelah melihat saldo rekeningmu)
Totalnya? Jauh lebih dari estimasi awal. Dan ini belum termasuk “kebutuhan mendadak” seperti buku referensi yang tiba-tiba diminta dosen atau gadget yang tiba-tiba rusak di tengah deadline tugas.
Kesimpulan: Hidup Mahasiswa, Antara Mimpi dan Mie Instan
Jadi, apakah Solo benar-benar surga bagi mahasiswa dengan kantong tipis? Ya… dan tidak.
Ya, biaya hidup di Solo memang relatif lebih murah dibanding kota besar lainnya. Tapi bukan berarti kau bisa hidup seperti raja dengan uang saku pas-pasan.
Kuncinya? Manajemen keuangan yang baik (dan sedikit keajaiban). Pintar-pintar mencari promo, jago masak (setidaknya mi instan), dan yang paling penting: tahan godaan untuk hidup mewah ala influencer.
Ingat, kawan. Masa kuliah memang masa untuk bersenang-senang dan mencari pengalaman. Tapi bukan berarti kau harus menghabiskan seluruh uang sakumu untuk itu. Sebab pada akhirnya, yang terpenting adalah ilmu yang kau dapat, bukan berapa kali kau nongkrong di café hits.
Jadi, selamat datang di Solo, kota yang konon ramah mahasiswa. Semoga dompetmu cukup tebal untuk membuktikan kebenaran mitos tersebut. Dan jika tidak? Yah, setidaknya kau punya cerita seru untuk diceritakan pada anak cucumu nanti. Cerita tentang bagaimana kau bertahan hidup dengan mi instan dan kopi sachet selama empat tahun di kota yang katanya ramah mahasiswa.
Selamat berjuang, sobat perantau! Semoga IPK-mu setinggi tagihan listrikmu.